Doa Nabi Adam عليه السلام
Kisah Nabi Adam عليه السلام tidak hanya menjadi awal penciptaan manusia, tetapi juga kisah tentang cinta, ujian, dan pengampunan. Dari surga, Allah mengajarkan manusia makna ketaatan dan tanggung jawab melalui ujian yang dialami oleh Nabi Adam dan istrinya, Hawa. Dalam kelemahan sebagai manusia pertama, beliau sempat tergoda oleh bujuk rayu iblis hingga melanggar larangan Allah. Namun dari peristiwa itu, lahirlah kesadaran yang mendalam bahwa manusia tidak pernah lepas dari kesalahan, dan hanya dengan kembali kepada Allah-lah hati dapat menemukan ketenangan.
Dari peristiwa di surga itulah lahir sebuah doa yang penuh penyesalan dan kerendahan hati di hadapan Allah — doa yang kemudian diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai doa taubat pertama manusia. Ungkapan lembut Nabi Adam itu bukan sekadar permohonan ampun, tetapi juga wujud pengakuan atas kelemahan manusia di hadapan Sang Pencipta. Doa tersebut menjadi warisan spiritual bagi seluruh keturunan manusia, agar tak pernah berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah, seberapa pun besar kesalahan yang pernah dilakukan.
Doa Nabi Adam dalam Al-Qur’an
Allah mengabadikan doa Nabi Adam dan istrinya, Hawa, dalam Surah Al-A‘rāf ayat 23:
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Latin:
Rabbanaa ẓalamnaa anfusanaa wa illam taghfir lanaa wa tarḥamnā lanakuunanna minal khaasiriin
Artinya:
“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak menaruh belas kasihan kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”
(QS. Al-A‘rāf: 23)
Doa ini menjadi doa taubat pertama dalam sejarah manusia, diucapkan dengan hati penuh penyesalan dan kesadaran bahwa hanya Allah yang bisa mengampuni dosa.
Artikel lain: Doa nabi sulaiman alaihissalam
Makna Mendalam dari Doa Nabi Adam
-
Pengakuan atas kesalahan:
Nabi Adam mengakui dosanya dengan jujur, tanpa mencari alasan atau menyalahkan siapa pun. Ini menunjukkan bahwa langkah pertama menuju ampunan adalah mengakui kesalahan dengan hati yang lapang. -
Kesadaran akan kelemahan manusia:
Kalimat “ẓalamnaa anfusanaa” (kami telah menzalimi diri kami sendiri) menggambarkan bahwa dosa sejatinya bukan merugikan Allah, melainkan diri kita sendiri. -
Permohonan ampun dan kasih sayang:
Dua kata kunci dalam doa ini — maghfirah (ampunan) dan rahmah (kasih sayang) — menegaskan bahwa manusia tidak cukup hanya diampuni, tetapi juga butuh kasih sayang Allah agar bisa bangkit dan memperbaiki diri. -
Ketakutan akan kerugian abadi:
Bagian akhir doa “lanakuunanna minal khaasiriin” mengingatkan kita bahwa kerugian sejati bukanlah kehilangan harta atau kedudukan, tetapi kehilangan ridha Allah.
Pelajaran Berharga bagi Kita
-
Setiap manusia bisa salah, tapi yang membedakan adalah bagaimana ia menyikapi kesalahannya. Nabi Adam mengajarkan untuk segera bertaubat ketika tergelincir.
-
Taubat adalah tanda cinta Allah. Allah tidak langsung menghukum Nabi Adam, tetapi mengajarkan cara kembali kepada-Nya melalui doa.
-
Ampunan Allah tak terbatas. Doa ini menjadi bukti bahwa sebesar apa pun dosa, Allah Maha Pengampun jika kita sungguh-sungguh menyesal.
-
Doa ini bisa kita amalkan setiap kali merasa bersalah atau ingin memperbaiki diri, karena maknanya universal dan menyentuh hati.

Penutup
Doa Nabi Adam bukan sekadar doa taubat pertama, tetapi simbol cinta Allah kepada manusia. Dari kisah ini, kita belajar bahwa meskipun manusia bisa tergelincir, Allah tidak menutup pintu ampunan bagi hamba-Nya yang kembali.
Mari kita jadikan doa ini sebagai bacaan harian, sebagai pengingat bahwa setiap kesalahan adalah peluang untuk lebih dekat kepada Allah. Setiap kali kita merasa lemah atau tergelincir, doa Nabi Adam mengajarkan untuk segera menundukkan hati, mengakui kesalahan, dan memohon ampunan tanpa ragu. Inilah bentuk kerendahan hati yang dicintai Allah, sekaligus pengingat bahwa rahmat-Nya jauh lebih besar daripada dosa kita.
Dengan meneladani Nabi Adam, kita belajar bahwa taubat bukan hanya tentang penghapusan dosa, tetapi juga kesempatan untuk memperbaiki diri, menumbuhkan keteguhan iman, dan memperkuat kesabaran dalam menghadapi ujian hidup. Doa ini mengingatkan kita bahwa setiap kesalahan membawa hikmah, dan setiap penyesalan yang tulus membuka jalan bagi pertumbuhan spiritual. Semoga kita mampu menjadikan doa Nabi Adam sebagai panduan dalam setiap langkah kehidupan, sehingga setiap tindakan, ucapan, dan niat senantiasa selaras dengan ridha Allah.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.”
(QS. Al-Baqarah: 222)
